Bado adalah singkatan dari Badminton.

Memang Riku sejak masuk SMP, mengikuti kegiatan ekskul Badminton. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan dia memilih badminton, padahal sebelum masuk dia ingin ikut kegiatan Art saja. Katanya, “Aku ngga mau masuk Art, pesertanya banyak perempuan!”. Lalu dia ikut percobaan masuk tenis meja, dan… batal. Capek katanya 😀

Lalu dia memilih Badminton, padahal banyak juga peserta perempuannya. “Tapi  kami ber 6 laki-lakinya. Tidak terlalu banyak juga laki-lakinya. Tidak seperti Base ball dan Sepak bola.

Jadilah dia mengikuti badminton. Dan hasilnya? Badannya menjadi langsing dan tinggi, jauh berbeda dengan badannya waktu lulus SD, dan hanya dalam 10 bulan! Memang sih latihannya berat. Setiap Selasa, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu. Khusus untuk hari Minggu aku minta ijin bolos untuk ke gereja, kecuali kalau menjelang pertandingan.

Melihat kakaknya rajin bermain, dan rajin membeli peralatan badminton seperti sepatu dan raket, Kai jadi ingin ikut bermain. Kemudian ada kesempatan “percobaan” masuk klub badminton di SDnya. Kami antar dan melihat dia berlatih tidak tanggung-tanggung 4 jam! Dari jam 9 pagi sampai 1 siang. Dan dipuji pelatihnya bahwa Kai bisa konsentrasi, karena biasanya anak usia kelas 2 SD masih suka bermain-main dan tidak bisa tenang mengikuti penjelasan pelatih. Dan aku melihat dia memang ada bakat juga. Tapi sayangnya klub itu berlatih setiap hari Minggu, pas persis jam Sekolah Minggu. Kupikir nanti setelah Mei saja. Tapi…. dia tidak mau! Duh

Untuk memberikan dia semangat supaya mau berolahraga, akhirnya kami membelikan Kai juga raket yang layak. Maksudnya paling sedikit dia punya raket pribadi kalau dia mau berlatih dengan kakaknya. Nah, kebetulan pastor kami di Kichijouji mengajak Riku bermain badminton dengan kakak-kakak di Sekolah Minggu hari Kamis lalu. Yang aku heran, Riku suka mengajak adiknya untuk ikut pergi bersama. Kupikir mestinya dia malas mengajak adik yang belum bisa kan? Tapi tidak!

Bahkan dia ikut menyiapkan apa saja yang harus dipersiapkan untuk bermain badminton di gym, seperti harus membawa sepatu olahraga dalam ruangan. Jadilah kami membeli sepatu khusus untuk Kai. Pada hari H, Kai juga sangat antusias dan menyiapkan semua bawaannya sendiri, termasuk botol air minumnya.

Begitu Riku pulang dari sekolah (dan latihan ekskul tentunya) pukul 6:30, dia makan dan kami bergegas keluar rumah. Ternyata dari rumah kami ke gelanggang olah raga Musashino cukup dekat, bahkan lebih dekat daripada ke gereja. Gelanggang yang besar dan bersih, mewah untuk ukuranku. Karena kami tidak tinggal di daerah Musashino, kami perlu membayar tiket yang lebih mahal daripada penduduk Musashino. Tapi karena Riku dan Kai masih SD dan SMP, hanya membayar 100 yen saja! Murah!

bado_zpscyrlkk5z1

Dan… aku tadinya takut kalau Kai hanya menjadi penghalang mereka bermain. Tapi tidak, ternyata Kai cukup mampu mengembalikan kok meskipun tidak selalu bisa. Mukanya juga serius dalam bermain. Waktu satu jam dia pakai untuk bermain terus tanpa istirahat. Ada satu perkataan Riku kepada Kai yang membuatku terharu, “Kamu bagus bermain. Dan kamu masih kelas 2 SD. Berlatih terus, dan waktu masuk SMP kamu bisa menjadi kartu AS di ekskul SMP. Biarlah kakak kamu tidak pandai, karena kakakmu baru mulai di SMP. Tapi kamu harus berusaha jadi yang nomor satu kelak. Masih ada 4 tahun!”

badminton_zpsbnqzlkw2

… Ah hati Riku yang lapang dan tanpa iri mendukung adiknya untuk menjadi yang terbaik. Senangnya aku sebagai orang tua. Semoga saja Kai mau serius berlatih. Kalau perlu aku akan antar jemput deh.

Advertisement

About Imelda

Seorang tanpa suku bangsa yang tetap mencintai Indonesia meskipun tinggal di Tokyo. Dosen bahasa Indonesia, penerjemah, editor/proof reader, narator.

One response »

  1. pinkuonna says:

    Riku baik sekali ☺☺☺

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s